Saya pandangi lagi lebih dekat plakat penghargaan
Interfaith Ambassador(IA). Merenungi 2 hari kegiatan bersama Cintaindonesia,
semua begitu cepat. Mungkin benar sekali, bahwa pertemuan pertama hanya
meninggalkan penasaran, kedua dan ketiga bakal membuat rindu. Jujur, saya
senang bisa berkenalan monica yang beragama Katholik, Nad yang Budha, Vika yang
beragama Budha dan super Sok kenal dan Sok dekat, Herman yang beragama Katholik
taat sampai-sampai di memilih kuliah di Sekolah Filsafat dan anehnya dia gak
punya Hp lho, Mbak Naomi yang beragama Islam dan saya sangat suka kepangan
rambutnya Yeay! Cong Feri yang kritis serta teman-teman Cintaindonesia yang
luar biasa serta kak Zia dan tim yang berhasil menyukseskan acara. Walaupun masih
ada tanggungan untuk transport saya dkk yang tidak jadi ke Pura di Cangar.
Banyak pelajaran yang saya dapatkan selama 2 hari
itu, dimulai untuk membuka pikiran dan diri terhadap perbedaan, berdialog
secara sehat serta kekeluargaan yang terjalin erat terutama saat-saat Bis kita
anjlok karena tak kuat dengan kondisi kampas rem yang terbakar jadilah kita
semua berdoa kepada Tuhan menurut versinya masing-masing. Indah bukan? Kita saling
menghargai apa yang sudah diyakini dan tidak ada paksaan sama sekali agar saya
atau kamu berpindah agama.
Klenteng Khong Hu cu |
Hari kedua. Kita berkunjung ke Klenteng di pandu Wungshu Hanom ditambah dengan bertubi-tubi pertanyaan dari kawan-kawan yang
membuat saya sadar bahwa ternyata Indonesia masih memiliki anak muda hebat!. Setelah
ke Klenteng lanjut Gereja Ijen, kami disambut oleh Romo dan lagi-lagi semua
anak berebutan untuk bertanya segala hal tentang filusofi bentuk di dalam
gereja dan tak luput sejarah Yesus. Lokasi tempat ibadah selanjutnya adalah
Gereja Kristen Jawa Wetan(GKJW), berdasar pertanyaan yang saya berikan kepada
Pendeta Sis tentang pengaruh kebudayaan terhadap agama dalam penghayatan agama.
Beliau menjelaskan bahwa budaya itu sangat berpengaruh sekali terhadap
penghayatan agama terutama kata-kata menarik dari beliau yaitu” Jawa
ning Kristen”. Kalo saya bisa bandingkan sih sama layaknya
NU(Nahdalatul Ulama) jadi kawan-kawan bisa lihat sendiri bagaimana
pengaruh
budaya terhadap Islam tentunya NU dalam mengkombinasikan budaya dan
agama. Serunya, ketika hendak pulang saya ditawarkan Pendeta Sis untuk
ke GKJW lagi. Saya bilang"Okey pak"
Gereja Kristen Jawa Wetan |
Saya di Gereja Ijen |
Setelah ke GKJW, kami lanjut menuju Pondok Pesantren
Gasek yang saat itu disambut rintikan hujan tapi lagi-lagi kawan-kawan tetap
semangad untuk mendengarkan penjelasan Tasamuh dari Kyai. Perjalanan ke
empat yaitu Wihara/Padepokan tempat para Samanera/murid dan Bikkhu/Imam
mengajarkan agama budha. Serunya adalah saya berkenalan akrab dengan Samanera
Supriadi dari Lombok yang merupakan tingkat satu belajar di kampus ini. Bahkan
saya sempat mengajukan pertanyaan-pertanyaan “nakal” tentang kegiatan beliau selama berguru. Saya kagum dengan
beliau, di usianya yang masih muda melepas kehidupan duniawi(tak punya Hp) tapi
punya Facebook lho hehe. Saya juga sempat meminta FB serta emailnya karena saya
yakin akan kembali ke sini untuk menjenguknya lalu Samanera supri menawarkan saya agar
kelak bisa menginap di padepokan dan saya jawab” okey, I.Allah”.
Berbagai tempat ibadah sudah dikunjungi selanjutnya
pura cangar. Yang akhirnya, saya dan teman-teman di Bis 4 dan 2 batal kesana
karena bis yang tak kuat hehe. Tapi serunya kita berdingin ria sambil melihat
matahari terbenam dan mengkomat-kamitkan doa-doa agar diberi keselamatan J
Kak Ais adalah staf dari Unesco. Thanks utk nasehatnya:) |
Sudah cukup larut saat kembali kita ke gedung UM
untuk penutupan dan pengumuman Interfaith Ambassador. Nah, saya sih sebenarnya
sedikit shock saat diumumkan bahwa saya adalah interfaith ambassador yang
berhak berkumpul bersama lima duta lainnya di Jakarta. Saat kak Gading meminta statement
tentang Cintaindonesia dan harapan. Saya mengambil kutipan dari Gus Dur yaitu” Tidak penting apa pun
agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua
orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu.”
Sesungguhnya Interfaith Ambassador sejati adalah kalian semua, entah siapa pun itu yang menyampaikan pesan kedamaian antar umat beragama agar bertoleransi dengan berpikiran terbuka maka itulah Interfaith Ambassador sesungguhnya! Berdialog sangat dibolehkan, asal tetap berpegang teguh pada prinsip yang sudah diyakini. Okey?
Salam damai untuk kita semua, Arsyad Azizi Iriansyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Selalu gunakan bahasa yg baik dan santun dalam berkomentar. Jika ada pertanyaan lainnya silahkan kirim via email info.ezrafel@gmail.com