SEKALI LAGI PLURALISME


Oleh: Bramastyo Dhieka Anugerah

Kemajemukan terasa semakin jauh dari orbitnya akhir-akhir ini, sekarang bukan zamannya lagi konflik fisik yang berbuah kerusakan dan memakan korban jiwa. Situasi dahulu sangat berbeda dengan situasi saat ini. Keadaan kini beralih kepada perang ideology, tiap-tiap kelompok berusaha berebut pengaruh untuk mendapatkan simpati masyarakat. Semua itu terangkum dalam satu kata yang dahulu sempat menjadi sebuah gelar bagi Sang Guru Bangsa, almarhum Gus Dur. Pluralisme begitu dijunjung tinggi oleh Gus Dur pada waktu itu sehingga tidak mengherankan ketika beliau wafat seluruh lapisan agama merasa kehilangan hingga mengibarkan bendera setengah tiang. Perbedaan bukanlah pemicu terjadinya konflik, sebaliknya perbedaan adalah pemacu untuk membangun bangsa yang lebih baik. Tradisi menghargai perbedaan itu sudah terlihat sejak jaman kerajaan-kerajaan Sriwijaya hingga ke Jawa sebelum bangsa Indonesia berdiri. Bahkan pada masa Kerajaan Majapahit, tercetus semboyan Bhinneka Tunggal Ika yaitu berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Prinsip yang dicetuskan Mpu Tantular ini digunakan sampai sekarang oleh bangsa Indonesia. Pluralisme sendiri dibagi dalam dua sisi, yaitu pluralisme teologis dan pluralisme sosial.

Di dalam pluralisme teologis, maka seseorang berkeyakinan bahwa semua agama secara teologis sama. Ada satu Tuhan yang diyakini oleh semua penganut agama. Tuhan itu hakikatnya satu. Hanya penyebutannya saja yang berbeda. Bisa disebut Allah (menurut orang Islam), atau Allah (menurut orang Kristen), Yahweh (menurut orang Yahudi), Ahuramazda (menurut orang Majusi), Sang Hyang Widhi (menurut orang Hindu) atau Sang Budha (menurut orang Budha) dan sebagainya. Sebutan itu hanyalah nama, akan tetapi hakikinya adalah Tuhan yang satu saja. Konsekuensi dari kesamaan Tuhan itu juga akan berimplikasi pada upacara ritual yang akan dan harus dilakukan. Di dalam pluralisme teologis, tentu tidak ada perbedaan upacara ritual antara satu agama dengan lainnya. Misalnya seperti keyakinan yang dibangun oleh Anand Khrisna, maka yang penting adalah melakukan meditasi yang dirancang berbasis pada pengalaman spiritualnya. Bisa jadi orang tidak perlu shalat lima kali dalam sehari. Cukup semedi saja. Jika menggunakan tolok ukur seperti ini, pastilah dapat disimpulkan bahwa inilah yang dinamakan pluralisme teologis.

Berbeda jika kita membicarakan pluralisme sosial. Di dalam pluralisme sosial, maka terdapat pesan agama yang  hakikatnya sama, yaitu pesan kemanusiaan. Semua agama mengajarkan tentang kemanusiaan, misalnya kasih sayang, persaudaraan, cinta kasih, dan sebagainya. Tidak ada satu pun agama yang mengajarkan agar merusak alam, merusak persaudaraan, mengembangkan konflik sosial dan sebagainya. Di dalam pluralisme sosial ini, maka seseorang akan mengakui keberadaan orang lain yang beragama lain.

Dengan konsepsi semacam ini, maka semua agama menjunjung tinggi kemanusiaan. Koridor kemanusiaan itulah yang menyebabkan penganut pluralisme sosial lainnya untuk bisa duduk, berbicara dan saling mendatangi pertemuan yang dibingkai oleh kebersamaan itu. Sebagian masyarakat tentunya sudah sampai pada tahapan tidak hanya mengakui co-eksistensi tetapi juga pro-eksistensi. Tidak hanya mengakui keberadaan penganut agama lain dengan keyakinan dan praktik ibadahnya tetapi juga mengakui pentingnya kerjasama antar umat beragama. Musuh utama yang mereka hadapi adalah kemiskinan, ketertinggalan dan sebagainya.

Tentang pluralisme teologis dan sosial ini juga disampaikan oleh Hasyim Muzadi dihadapan Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Yudicial Review tentang Penpres No.1/1965. Hasyim Muzadi selaku Tim Saksi Ahli  Kementerian Agama juga menyatakan tentang perbedaan antara pluralisme teologis dan sosial ini. Oleh karena itu, menyamakan semua agama merupakan pendapat yang kurang cermat terhadap pemikiran dan gagasan tentang pluralisme yang memang sering memantik masalah.


FB: Bramastyo Dhieka Anugerah
Twitter: @bungdeka
Blog: dhiekabramastyo.blogspot.com

Ez Area

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selalu gunakan bahasa yg baik dan santun dalam berkomentar. Jika ada pertanyaan lainnya silahkan kirim via email info.ezrafel@gmail.com